PULANG
Pulang. Mendengar satu kata ini, sekiranya apa yang ada di benak kita? Ya, satu kata ini dapat merujuk pada makna denotasi maupun konotasi. Pulang berdasarkan makna denotasi (sesuai KBBI) adalah pergi ke rumah atau ke tempat asalnya; kembali (ke); balik (ke). Bisa lihat di sini (KBBI; pulang)
Sedangkan secara makna konotasi, pulang dapat diartikan sebagai kembali ke Rahmatullah.
Baik, kali ini ingin menggunakan makna konotasinya. Pulang.
Pernahkah atau seringkah di antara kita ada yang [selalu] merasa ingin pulang?
Ingin segera kembali ke sisiNya.
Tak suka berada di dunia karena merasa asing.
Tak betah berada di bumi karena merasa tak nyaman.
Sebagaimana seseorang yang bertempat tinggal di tempat yang baru sehingga merasa asing dan harus beradaptasi kembali.
Pernahkah?
Seringkah?
Bila pernah merasakan demikian apa yang dilakukan untuk menghadapinya?
Yang bisa kau lakukan hanyalah kembali padaNya. Menundukkan diri dalam rintihan do'a dan dzikrullah.
Oh, tunggu sebentar..
Apa yang kita bahas ini semoga tidak dipersepsikan atau dirujuk kepada tuntunan hadits Rasul yang berpesan bahwa bila engkau terbelit suatu urusan yang sangat pelik atau sukar sehingga kau merasa tak mampu hingga ingin putus asa maka segeralah berdo'a untuk dikuatkan dalam menghadapi persoalan itu dan tetap dihidupkan bila memang kehidupan itu baik bagi dirinya atau dimatikan bila memang kematian itu yang lebih baik untuk dirinya.
Nah, kita tak bicara demikian disini.
Apa yang ingin diungkap adalah murni perasaan rindu, perasaan kuat ingin segera kembali ke asalnya. Ibarat orang merantau yang memang biasanya memiliki perasaan rindu kampung halamannya. Sehingga akhirnya kita kenal ada istilah mudik.
Benar. Kehidupan ini hanya sementara oleh karenanya Rasul SAW pun menyatakan bahwa manusia ibarat pengembara atau disebut sebagai ghuraba yang berarti pengembara, pengelana, orang asing.
Sekiranya ini mungkin yang menjadi sebab hadirnya kerinduan dan rasa keterasingan dalam diri seseorang. Sebab fitrahnya menyadari hakikat diri dan muaranya.
Pulang.
Setiap yang sekolah, kerja atau pun usaha lainnya umumnya bergembira dan berbahagia bila mendengar bel atau alarm kepulangan berbunyi. Bila belum berbunyi rasa gundah gulananya sedemikian rupa, bahkan bisa sampai menimbulkan kemarahan bukan apabila ada tugas tambahan atau hal lainnya yang menghambat kepulangan. Seperti itu pula rasanya, manusia yang merindukan kepulangan dalam arti konotasi ini.
Mungkin kita ingat adanya ungkapan seperti ini (inspirasi dari ayat Qur'an juga sebenarnya),"bekerjalah kamu seakan akan hidup 1000 tahun dan beribadahlah dirimu seakan-akan mati esok hari".
Ungkapan tersebut dimaknai bahwa dunia ini memang sekedar ladang bekerja yang panennya bisa jadi dua kali, yakni ketika di dunia dan di akhirat. Sehingga wajar jika setelah lelah bekerja, pekerja itu merindukan istirahatnya, merindukan kepulangannya jua. Sebagaimana ulama dunia Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan bahwa istirahatnya Mukmin itu ketika kakinya sudah menginjak surgaNya. Dengan kata lain, selama di dunia tugas kita adalah bekerja dan bekerja (baca:beramal) untuk mengumpulkan bekalan demi memenuhi kebutuhan prasyarat hidup di dunia dan akhirat, sementara istirahatnya ketika sudah wafat.
Pulang.
Seperti kata Gie, yang paling enak dari hidup itu bagi seseorang adalah ketika ia bisa mati muda.
Ya, wafat dalam usia yang masih muda namun amalannya setara dengan shalihin yang sudah berumur itu rezeki luar biasa menurut penulis.
Dan para manusia yang merindukan kepulangannya segera juga bukan karena sadar diri bahwa sudah cukup bekalan amalnya melainkan karena tak ingin berlama-lama merasakan keterasingan jiwa ini. Keterasingan ini bukan karena anti sosial, sungguh bukan seperti itu maksudnya. Keterasingan ini karena memang merasa aneh berada di dalamnya, di manapun tempat dan kondisinya. Sehingga tidak betah, tidak kerasan tinggal di dalamnya.
Sedangkan secara makna konotasi, pulang dapat diartikan sebagai kembali ke Rahmatullah.
Baik, kali ini ingin menggunakan makna konotasinya. Pulang.
Pernahkah atau seringkah di antara kita ada yang [selalu] merasa ingin pulang?
Ingin segera kembali ke sisiNya.
Tak suka berada di dunia karena merasa asing.
Tak betah berada di bumi karena merasa tak nyaman.
Sebagaimana seseorang yang bertempat tinggal di tempat yang baru sehingga merasa asing dan harus beradaptasi kembali.
Pernahkah?
Seringkah?
Bila pernah merasakan demikian apa yang dilakukan untuk menghadapinya?
Yang bisa kau lakukan hanyalah kembali padaNya. Menundukkan diri dalam rintihan do'a dan dzikrullah.
Oh, tunggu sebentar..
Apa yang kita bahas ini semoga tidak dipersepsikan atau dirujuk kepada tuntunan hadits Rasul yang berpesan bahwa bila engkau terbelit suatu urusan yang sangat pelik atau sukar sehingga kau merasa tak mampu hingga ingin putus asa maka segeralah berdo'a untuk dikuatkan dalam menghadapi persoalan itu dan tetap dihidupkan bila memang kehidupan itu baik bagi dirinya atau dimatikan bila memang kematian itu yang lebih baik untuk dirinya.
Nah, kita tak bicara demikian disini.
Apa yang ingin diungkap adalah murni perasaan rindu, perasaan kuat ingin segera kembali ke asalnya. Ibarat orang merantau yang memang biasanya memiliki perasaan rindu kampung halamannya. Sehingga akhirnya kita kenal ada istilah mudik.
Benar. Kehidupan ini hanya sementara oleh karenanya Rasul SAW pun menyatakan bahwa manusia ibarat pengembara atau disebut sebagai ghuraba yang berarti pengembara, pengelana, orang asing.
Sekiranya ini mungkin yang menjadi sebab hadirnya kerinduan dan rasa keterasingan dalam diri seseorang. Sebab fitrahnya menyadari hakikat diri dan muaranya.
Pulang.
Setiap yang sekolah, kerja atau pun usaha lainnya umumnya bergembira dan berbahagia bila mendengar bel atau alarm kepulangan berbunyi. Bila belum berbunyi rasa gundah gulananya sedemikian rupa, bahkan bisa sampai menimbulkan kemarahan bukan apabila ada tugas tambahan atau hal lainnya yang menghambat kepulangan. Seperti itu pula rasanya, manusia yang merindukan kepulangan dalam arti konotasi ini.
Mungkin kita ingat adanya ungkapan seperti ini (inspirasi dari ayat Qur'an juga sebenarnya),"bekerjalah kamu seakan akan hidup 1000 tahun dan beribadahlah dirimu seakan-akan mati esok hari".
Ungkapan tersebut dimaknai bahwa dunia ini memang sekedar ladang bekerja yang panennya bisa jadi dua kali, yakni ketika di dunia dan di akhirat. Sehingga wajar jika setelah lelah bekerja, pekerja itu merindukan istirahatnya, merindukan kepulangannya jua. Sebagaimana ulama dunia Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan bahwa istirahatnya Mukmin itu ketika kakinya sudah menginjak surgaNya. Dengan kata lain, selama di dunia tugas kita adalah bekerja dan bekerja (baca:beramal) untuk mengumpulkan bekalan demi memenuhi kebutuhan prasyarat hidup di dunia dan akhirat, sementara istirahatnya ketika sudah wafat.
Pulang.
Seperti kata Gie, yang paling enak dari hidup itu bagi seseorang adalah ketika ia bisa mati muda.
Ya, wafat dalam usia yang masih muda namun amalannya setara dengan shalihin yang sudah berumur itu rezeki luar biasa menurut penulis.
Dan para manusia yang merindukan kepulangannya segera juga bukan karena sadar diri bahwa sudah cukup bekalan amalnya melainkan karena tak ingin berlama-lama merasakan keterasingan jiwa ini. Keterasingan ini bukan karena anti sosial, sungguh bukan seperti itu maksudnya. Keterasingan ini karena memang merasa aneh berada di dalamnya, di manapun tempat dan kondisinya. Sehingga tidak betah, tidak kerasan tinggal di dalamnya.
Komentar
Posting Komentar