Belum Ada Judul
Sejenak berceloteh tentang harapan dan kebutuhan mungkin untuk fase itu.. demi penggenapan agama in syaa Allah. Akhir-akhir ini sedang sering terpikir mengenai pernikahan. Mungkin bagi sebagian orang ini adalah tema biasa, tak ada yang istimewa mungkin. It's Ok, i don't care 'bout it. Menulis hal ini hanya untuk diri sendiri .. ruang muhasabah dan takhith mungkin :p
Bagi orang seperti saya yang terlalu banyak keunikannya dari manusia atau wanita pada umumnya tentu ada rasa tersendiri saat membahas dan menuliskan hal ini. Ada rasa syukur, bahagia seperti "akhirnya, si fischutiflyers bisa juga mantap dan tenang memikirkan hal ini.. akhirnya seriusan dia siap ke fase ini in syaa Allah.. bi idznillah.. Alhamdulillaah".
Lho memangnya yang kemarin-kemarin tidak ada rasa seperti itu? Mungkin ada, tapi tidak seperti sekarang. Bila saja pembaca blog ini menjadi seorang fischutiflyers tentu akan paham kelebayan hal ini :)
Bagaimana dulu saat masih sekolah (entah SMP atau SMA) sempat berteriak sekuat hati menolak yang namanya pernikahan. Tidak akan mau menikah [dini].. Lalu di usia dua puluhan sempat merasa aneh dan merasa sebagai kesalahan besar ketika ada orang yang kagum dan mengejar cinta diri ini (cieeeh.. haiks) sehingga akhirnya orang itu hanya dapat tausiyah dan penolakan atas sikap dan keterusterangannya itu.. Maafkan saya kala itu ya yang sangat tidak bijak menyikapinya. Maklumlah.. saat itu saya masih dalam kondisi memahami cinta dan pacaran hanyalah benda asing dan nonsens. Secara waktu SD dan SMP juga alami hal yang sama.. hanya saat itu ya cuma bisa hindari lalu menghindar ehheehe.
Saat SMA sempat menyukai seseorang dan berharap bisa jadian.. Alhamdulillaah, Allah masih menjaga dan menyelamatkan hingga akhirnya tak ada itu episode pacaran sampai detik ini, Alhamdulillaah. SSH yaa Allah.. in syaa Allah. Single sampai halal.. pacaran sesudah nikah :)
Lalu selepas SMA pun pada usia dua puluhan sempat akhirnya merasa sangat takut dengan yang namanya pernikahan hingga akhirnya tidak ada sama sekali rasa untuk segala hal yang berbau ke arah pernikahan, seperti suka atau tertarik dengan lawan jenis itu sangat sulit dihadirkan sehingga memang kecenderungan untuk membangun rumah tangga itu hanya sebuah keheranan, "kok ya pada mau nikah segera gitu?" Dan sampai jelang usia tiga puluhan sempat khawatir juga "Gimana ini ya kok masih datar, tidak ada motivasi dan kecenderungan untuk nikah sementara adik kelas dan teman teman seusia sudah sampai di mana-mana hehe.. tapi ya susah memang, sampai akhirnya blabla bisa lah hadir keinginan menikah itu dengan konsep dan kecenderungan-- well, mulai ada kecenderungan yang bisa dihadirkan. Yeah, kata Ustadzah kalo mau nikah itu ya harus punya hasrat, kecenderungan pada pasangan.. jika tidak justru tidak boleh menikah. Bagaimana mungkin menikahi seseorang tanpa ada kecenderungan padanya. Bagaimana orang itu akan penuhi kewajiban nafkah batinnya. Ya setidaknya fitrah manusiawi itu bisa saya hadirkan dalam diri. Lebih baik telat daripada tidak sama sekali, bukan. Meski entah siapa pasangannya. Aku harap itu kamu.
😂😅
Dan pernikahan bukanlah sekedar memenuhi keinginan melainkan yang esensi dan vital adalah memenuhi kebutuhan. Kebutuhan lahir dan batin. Kebutuhan biologis dan psikologis. Kebutuhan diri dan kebutuhan umat. Beuh.. berat. Tapi ya untuk itulah seseorang menikah jika dia paham dan atau turut mau ambil bagian dalam membangun kembali peradaban Islami yang Madani.
Diri ini berharap dapat bersanding dengan pasangan yang baik pemahaman agamanya dan berakhlak mulia agar kelak bisa menjadi imam, teladan untuk diri ini dan keluarga yang membersamainya kelak. Pemahaman agamanya bersifat madal hayah yang terpenting adalah pria ini selalu siap belajar. Sehingga dia mau untuk berkomitmen melakukan tarbiyah madal hayah bagi dirinya dan keluarga kecil yang dibangunnya. Syukur bila juga bisa ditularkan ke keluarga besar dia dan pasangan.
Rumah tangga dakwah. Keluarga Islami. Berharap kita bisa membangun ini bersama setelah Islamisasi diri kita masing-masing, mulai dari pikiran-selera-pilihan hidup lainnya dapat selaras dengan arahanNya. Bila pun belum, setidaknya selalu ada niat dan rencana bagi diri untuk meraihnya. Sebab pada dasarnya kita Muslim sebelum apapun dan kita adalah da'i sebelum apapun. Dimulai dari Da'i bagi diri sendiri :)
Saya sangat sadar, diri ini maupun pasangan kita nanti hanyalah manusia biasa bukan malaikat. Oleh karenanya tatkala diri ini menemukan ketidaksesuaian antara harapan dan realita, menemukan kekurangan di antara kelebihan yang dimiliki pasangan akan mencoba ingat kembali ayatnya dalam QS An Nisa:19 in syaa Allah.. Rabbuna, jadikan kami golongan manusia yang senantiasa membersihkan qalbunya, menjaga hatinya agar tetap bersih hingga dapat berpikir jernih di segala permasalahan yang ada.. Haadanallah.. Laa hawla wa laa quwwata Illa Billah.. Aamiin yaa Rabbal'aalamiin
Mampukah kita hadapi segala perbedaan yang mungkin hadir?
Mampukah kita mengharmonisasi segala perbedaan yang ada?
Mampukah kita untuk senantiasa menjaga rasa percaya pada pasangan sepenuh hati dan seutuh jiwa?
Mampukah kita menjaga ketulusan rasa yang terpatri sejak awal bahkan semakin menguatkannya masa demi masa yang kita tapaki?
Mampukah kita untuk senantiasa memperkuat rasa tanggung jawab kita masing-masing pada diri, pasangan, keluarga dan umat?
Mari kita jadikan sandaran pijakan kita atas segala sesuatunya dan pondasi kita dalam membangun dan menjalankan amanah besar yang langit dan bumi pun menolaknya hanyalah pada Allah SWT. Moga kita menjadi pasangan dan keluarga yang tingkat ketergantungan kita pada Allah berlipat-lipat dalam setiap masa.
Belajar madal hayah. Moving forward. Together.
Cinta yang kita bangun adalah cinta misi dengan visi..
Murabbi adalah pintu masuk pertama nan utama sebelum ke wali utama. Tarbiyah adalah kunci. Mari bicara disana :)
Aku ingin kita menjadi pasangan pula di surgaNya kelak, tidak hanya di dunia. Maukah kau mewujudkannya?
Semoga Allah mampukan dan mudahkan segala urusan kita semua.
Yaa Rabbi.. habli minaash Sholihin... Bi idznillah.. Aamiin yaa Rabbal'aalamiin.
Bagi orang seperti saya yang terlalu banyak keunikannya dari manusia atau wanita pada umumnya tentu ada rasa tersendiri saat membahas dan menuliskan hal ini. Ada rasa syukur, bahagia seperti "akhirnya, si fischutiflyers bisa juga mantap dan tenang memikirkan hal ini.. akhirnya seriusan dia siap ke fase ini in syaa Allah.. bi idznillah.. Alhamdulillaah".
Lho memangnya yang kemarin-kemarin tidak ada rasa seperti itu? Mungkin ada, tapi tidak seperti sekarang. Bila saja pembaca blog ini menjadi seorang fischutiflyers tentu akan paham kelebayan hal ini :)
Bagaimana dulu saat masih sekolah (entah SMP atau SMA) sempat berteriak sekuat hati menolak yang namanya pernikahan. Tidak akan mau menikah [dini].. Lalu di usia dua puluhan sempat merasa aneh dan merasa sebagai kesalahan besar ketika ada orang yang kagum dan mengejar cinta diri ini (cieeeh.. haiks) sehingga akhirnya orang itu hanya dapat tausiyah dan penolakan atas sikap dan keterusterangannya itu.. Maafkan saya kala itu ya yang sangat tidak bijak menyikapinya. Maklumlah.. saat itu saya masih dalam kondisi memahami cinta dan pacaran hanyalah benda asing dan nonsens. Secara waktu SD dan SMP juga alami hal yang sama.. hanya saat itu ya cuma bisa hindari lalu menghindar ehheehe.
Saat SMA sempat menyukai seseorang dan berharap bisa jadian.. Alhamdulillaah, Allah masih menjaga dan menyelamatkan hingga akhirnya tak ada itu episode pacaran sampai detik ini, Alhamdulillaah. SSH yaa Allah.. in syaa Allah. Single sampai halal.. pacaran sesudah nikah :)
Lalu selepas SMA pun pada usia dua puluhan sempat akhirnya merasa sangat takut dengan yang namanya pernikahan hingga akhirnya tidak ada sama sekali rasa untuk segala hal yang berbau ke arah pernikahan, seperti suka atau tertarik dengan lawan jenis itu sangat sulit dihadirkan sehingga memang kecenderungan untuk membangun rumah tangga itu hanya sebuah keheranan, "kok ya pada mau nikah segera gitu?" Dan sampai jelang usia tiga puluhan sempat khawatir juga "Gimana ini ya kok masih datar, tidak ada motivasi dan kecenderungan untuk nikah sementara adik kelas dan teman teman seusia sudah sampai di mana-mana hehe.. tapi ya susah memang, sampai akhirnya blabla bisa lah hadir keinginan menikah itu dengan konsep dan kecenderungan-- well, mulai ada kecenderungan yang bisa dihadirkan. Yeah, kata Ustadzah kalo mau nikah itu ya harus punya hasrat, kecenderungan pada pasangan.. jika tidak justru tidak boleh menikah. Bagaimana mungkin menikahi seseorang tanpa ada kecenderungan padanya. Bagaimana orang itu akan penuhi kewajiban nafkah batinnya. Ya setidaknya fitrah manusiawi itu bisa saya hadirkan dalam diri. Lebih baik telat daripada tidak sama sekali, bukan. Meski entah siapa pasangannya. Aku harap itu kamu.
😂😅
Dan pernikahan bukanlah sekedar memenuhi keinginan melainkan yang esensi dan vital adalah memenuhi kebutuhan. Kebutuhan lahir dan batin. Kebutuhan biologis dan psikologis. Kebutuhan diri dan kebutuhan umat. Beuh.. berat. Tapi ya untuk itulah seseorang menikah jika dia paham dan atau turut mau ambil bagian dalam membangun kembali peradaban Islami yang Madani.
Diri ini berharap dapat bersanding dengan pasangan yang baik pemahaman agamanya dan berakhlak mulia agar kelak bisa menjadi imam, teladan untuk diri ini dan keluarga yang membersamainya kelak. Pemahaman agamanya bersifat madal hayah yang terpenting adalah pria ini selalu siap belajar. Sehingga dia mau untuk berkomitmen melakukan tarbiyah madal hayah bagi dirinya dan keluarga kecil yang dibangunnya. Syukur bila juga bisa ditularkan ke keluarga besar dia dan pasangan.
Rumah tangga dakwah. Keluarga Islami. Berharap kita bisa membangun ini bersama setelah Islamisasi diri kita masing-masing, mulai dari pikiran-selera-pilihan hidup lainnya dapat selaras dengan arahanNya. Bila pun belum, setidaknya selalu ada niat dan rencana bagi diri untuk meraihnya. Sebab pada dasarnya kita Muslim sebelum apapun dan kita adalah da'i sebelum apapun. Dimulai dari Da'i bagi diri sendiri :)
Saya sangat sadar, diri ini maupun pasangan kita nanti hanyalah manusia biasa bukan malaikat. Oleh karenanya tatkala diri ini menemukan ketidaksesuaian antara harapan dan realita, menemukan kekurangan di antara kelebihan yang dimiliki pasangan akan mencoba ingat kembali ayatnya dalam QS An Nisa:19 in syaa Allah.. Rabbuna, jadikan kami golongan manusia yang senantiasa membersihkan qalbunya, menjaga hatinya agar tetap bersih hingga dapat berpikir jernih di segala permasalahan yang ada.. Haadanallah.. Laa hawla wa laa quwwata Illa Billah.. Aamiin yaa Rabbal'aalamiin
Mampukah kita hadapi segala perbedaan yang mungkin hadir?
Mampukah kita mengharmonisasi segala perbedaan yang ada?
Mampukah kita untuk senantiasa menjaga rasa percaya pada pasangan sepenuh hati dan seutuh jiwa?
Mampukah kita menjaga ketulusan rasa yang terpatri sejak awal bahkan semakin menguatkannya masa demi masa yang kita tapaki?
Mampukah kita untuk senantiasa memperkuat rasa tanggung jawab kita masing-masing pada diri, pasangan, keluarga dan umat?
Mari kita jadikan sandaran pijakan kita atas segala sesuatunya dan pondasi kita dalam membangun dan menjalankan amanah besar yang langit dan bumi pun menolaknya hanyalah pada Allah SWT. Moga kita menjadi pasangan dan keluarga yang tingkat ketergantungan kita pada Allah berlipat-lipat dalam setiap masa.
Belajar madal hayah. Moving forward. Together.
Cinta yang kita bangun adalah cinta misi dengan visi..
Murabbi adalah pintu masuk pertama nan utama sebelum ke wali utama. Tarbiyah adalah kunci. Mari bicara disana :)
Aku ingin kita menjadi pasangan pula di surgaNya kelak, tidak hanya di dunia. Maukah kau mewujudkannya?
Semoga Allah mampukan dan mudahkan segala urusan kita semua.
Yaa Rabbi.. habli minaash Sholihin... Bi idznillah.. Aamiin yaa Rabbal'aalamiin.
Komentar
Posting Komentar